Soal Pajak Hiburan di Makassar, AUHM: Pemkot Harus Luruskan Kekeliruan

Soal Pajak Hiburan di Makassar, AUHM: Pemkot Harus Luruskan Kekeliruan

KH
Kamsah Hasan

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

"Jadi selama beberapa tahun ini, (khususnya sejak kepemimpinan Irwan Adnan selaku Kepala Bapenda), dapat saya katakan Bapenda sangat keliru menetapkan pajak hiburan karena yang dikenakan pajak hiburan justru total penjualan dari hasil 'makanan dan minuman' khususnya bagi usaha hiburan yang menjual minuman beralkohol dengan pengenaan tarif pajak sebesar 35 persen (tarif pajak lama)," kata dia.

Sementara minuman beralkohol itu bagian dari Pajak Restoran. Jadi, ini harus kita luruskan mulai dari sekarang," sambungnya kemudian.

Ia pun meminta jangan lagi ada 'kesalahan fatal' sehingga para pengusaha dirugikan karena diwajibkan membayar pajak hiburan dari total hasil 'penjualan akhir', termasuk minuman beralkohol (minol) dikenakan sebesar 35 persen beserta hasil penjualan makanan dan minuman non minol pada usaha hiburan.

Padahal minol itu adalah Pajak Restoran yang hanya wajib dibayar pajaknya sebesar 10 persen.

Lebih jauh Zul mengharapkan agar pihak Bapenda bisa turun langsung ke usaha-usaha hiburan melakukan visitasi dan mengkaji ulang potensi pajak hiburan, utamanya usaha-usaha hiburan yang menerapkan penjualan tiket atau menggunakan minimum charge FDC, Food dan Baverage (F&B), Charge VIP Sofa dan Table, Charge Room dan sejenisnya.

"Jadi pada hakikatnya, pajak hiburan itu adalah 'pajak tontonan' dan obyeknya adalah hasil penjualan tiket masuk, minumum Charge (FDC), Food dan Baverage (F&B), Charge VIP. Box, Charge Sofa dan Table, Charge Room, Membership dan Service Charge. Sedangkan pajak restoran itu adalah pajak 'makanan dan minuman'. Itu perbedaan sederhananya," ungkapnya.

Untuk itu, Zul berharap agar pihak Bapenda bisa menata ulang dengan menetapkan kewajiban 'satu usaha wajib miliki dua jenis pajak yang berbeda obyek.

Artinya, tiap usaha hiburan baik usaha Diskotik, Kelab Malam dan Bar (Pub) hingga Karaoke wajib memiliki dua jenis pajak, yakni Pajak Hiburan (pajak totonan) dan Pajak Restoran (pajak makanan dan minuman).

"Ini setidaknya bisa juga bisa menjadi solusi saat terjadi polemik seperti sekarang, ikhwal protes kenaikan pajak hiburan yang tinggi. Disamping itu, dengan pengenaan dua jenis pajak tersebut, Bapenda tentunya memiliki pontensi pajak baru dan bisa mencegah kebocoran pajak hiburan, disamping bisa lebih efektif mendongkrak pemasukan pajak restoran pada usaha-usaha hiburan," paparnya.

Sebaliknya, lanjut Zul, bagi para pengusaha, tentunya mereka juga bisa lebih ringan menerapkan kewajibannya terhadap para konsumen selaku subyek pajak karena aturannya sudah cukup jelas.