Jejak Perjuangan yang Tak Pernah Padam
Meski Demmatande telah gugur, semangat perjuangannya terus hidup. Sejumlah pengikutnya, seperti Bongga Upa (putra Demmatande), Daeng Palana, dan Pua' Sela, berhasil selamat dari operasi pembersihan Belanda dan melanjutkan perlawanan dengan taktik gerilya. Pada Juni 1915, Daeng Palana memimpin serangan balasan di Buntu Lika. Perlawanan terakhir datang dari Andola Ulusalu pada 1924, namun ia tertangkap dan ditembak mati.
Jejak perlawanan Demmatande menjadi bagian penting dari sejarah nasional Indonesia dan menginspirasi perjuangan bangsawan lokal lainnya di Sulawesi. Pada 2025, Kementerian Sosial Republik Indonesia mengusulkan Demmatande, bersama 10 tokoh lainnya, untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial juga telah menyatakan bahwa Demmatande memenuhi syarat sebagai Pahlawan Nasional.
Acara sarasehan ini diselenggarakan oleh kolaborasi beberapa instansi, termasuk Tim Sekretariat CPN Demmatande Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Barat, Universitas Sulawesi Barat, STAIN Majene, Masyarakat Sejarawan Indonesia Sulbar, Pegiat Literasi Sulbar, TP2GD Provinsi Sulawesi Barat, dan Keluarga Besar Pejuang Demmatande.










